Sampaikan, Meskipun Itu Pahit

Bookmark and Share
Sampaikan, meski itu pahit

Murtakibudz Dzunub - Hak ilmu adalah untuk disampaikan, terlebih tentang hal yang menyangkut syari'at Islam bagi orang mukalaf. Kita tidak jarang menjumpai saudara Muslim, yang bisa dikatakan baru mengenal ataupun yang sedang ingin mendalami hukum syari'at Islam.

Mereka yang notabene-nya tidaklah terlahir dari keluarga atau lingkungan yang kuat ajaran syari'at agamanya. Pada awalnya, tergugah dan merasakan keindahan islam melalui berbagai ceramah atau artikel ke-agamaan. 

Satu hal yang terkadang atau bahkan sering terjadi adalah, jika pada tingkatan disiplin ilmu harus mempelajari ilmu Ushuliddin, Fiqih dan Tashawuf (syari'at, thariqat dan haqiqat), banyak yang langsung menuju ke Tashawuf (haqiqat) karena ketidak tahuannya akan pentingnya mempelajari Ushuliddin dan Fiqih. Sedangkan ketiga ilmu itu harus saling berkesinambungan saat kita melakukan amal ibadah. Artinya kita tidak mungkin melakukan sebuah ibadah sepertihalnya shalat sedang kita tidak mengetahui perkara yang mengesahkan dan membatalkan shalat, tapi langsung menuju 'mengharap ridho dari Allah'.

Sebagai perumpamaan contoh diatas, adalah Zaid bisa dikatakan dia sangatlah awam dengan ilmu agama, hingga pada suatu hari dia membaca artikel yang mampu mengetuk hatinya untuk mendalami agama hingga ahirnya yang dulunya dia jarang shalat menjadi rajin shalat. Dengan tekad yang kuat dan semangat yang membara tidak hanya shalat wajib saja melainkan shalat-shalat sunah semampunya ia kerjakan. Juga hatinya tergerak untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah dia pun rajin baca Al-Qur'an.

Namun sayangnya ada satu hal yang belum dia ketahui, ternyata dia tidak tahu bahwa jika seorang mukalaf pernah meninggalkan shalat wajib maka dia diharuskan meng-qadhanya dahulu, juga kelalaiannya akan bacaan qur'an yang haruslah sesuai dengan kaidah tajwidnya.

Karena jika tidak hanya akan merubah makna dan itu termasuk hal yang diharamkan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah ayat,

وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلا
"Bacalah qur'an secara tartil",

Yang dimaksud dengan 'tartil' disini adalah membaca  Al-Qur'an yang sesuai dengan tajwidnya. Artinya memberikan hak kepada setiap makhorijul huruf bacaan mad-nya dan lain sebagainya. Sedang hal ini bisa menimbulkan kehawatiran "dari niat yang baik, berubah menjadi ibadah yang tidak baik".


Bagaimana menyikapi fenomena diatas?
Sampaikanlah ilmu yang hak, meskipun kita tahu akan konsekwensinya.  Sampaikan kepada Zaid akan tata cara ibadah yang sesuai syari'at dengan mengatakan, 

"Wahai sahabatku Zaid, sebelum kau asyik dengan shalat-shalat sunahmu qadhalah terlebih dahulu berepa kali shalat wajib yang kau tinggalkan dahulu..."

"Wahai sahabatku Zaid, setelah aku saksikan bacaan qur'anmu, ternyata bacaanmu tidak sesuai dengan kaidah ilmu tajwid, maka pelajarilah dahulu tentang cara membaca qur'an secara tartil, karena saya hawatir atas niatmu yang ingin beribadah dengan tilawatil qur'an berubah menjadi laknat karena kau salah dalam melafadzkannya."

"Carilah guru yang bisa membimbingmu, karena ilmu agama tidaklah cukup kita pelajari lewat membaca saja. Ingatlah, jika ada seseorang yang mendalami ilmu agama tanpa adanya seorang guru, maka gurunya adalah syaithan."

***

Inilah salah satu tantangan Amar ma'ruf yang tidaklah ringan, karena konsekwensinya bisa menimbulkan kesalah pahaman yang tidak kita inginkan. 

Seperti yang diwasiyatkan oleh Rasulullah kepada Abu Dzar,

 

وَ اَوْصَانِى اَنْ اَقُوْلَ اْلحَقَّ وَ اِنْ كَانَ مُرًّا


"Beliau mewashiyatkan kepadaku supaya aku mengatakan yang benar meskipun pahit (akibatnya)."
Memanglah, Amar Ma'ruf itu berat dan banyak fitnah namun, Nahi Munkar jauh lebih berat dan lebih banyak fitnah.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar