Jangan pernah merasa selamat dari sifat riya' (Murtakibudz Dzunub) |
Murtakibudz Dzunub - Mampu terhindar dari sifat riya' dalam beribadah merupakan puncak pencapaian tertinggi bagi seorang 'abid (ahli ibadah). Namun sungguh Masya Allah beratnya untuk mencapai tingkatan 'Mukhlisin', iblis tidak akan pernah lengah membiarkan seorang muslim melenggang tenang saat melakukan amal baik (ibadah).
Pada kesempatan kali ini, saya teringat akan perkataan Sayyid Al Jalil Abi Ali AL Fudhail bin Iyadh yang pernah saya baca di kitab Adzkar an Nawawi. Beliau mengatakan ترك العمل لأجل الناس فهو رياء bahwasanya, meninggalkan amal karena manusia itu termasuk riya'.
Disini kita bisa lihat akan tipu daya syaithan tanpa kita sadari, saat kita ingin terhindar dari sifat pamer justru menjadi bumerang kita melakukan riya'. Sebagai contoh sederhana, ada si fulan yang boleh di katakan dia alim dalam ilmu agama. Suatu ketika, saat dia menunggu untuk shalat berjamaah sang imam berhalangan hadir hingga kebanyakan jamaah shalat menghendakinya sebagai pengganti. Namun si fulan menolak dengan alasan hawatir kepada jamaah lain kalau dia bersedia menjadi imam mereka akan menganggapnya sok pamer, hingga dia pun mengurungkan niatnya menjadi imam.
Kenapa perumpamaan diatas bisa dimasukkan dalam kategori sifat riya'?, inilah salah satu celah bagi iblis membisiki hati manusia saat si fulan mengambil keputusan demikian tanpa disadari dia sudah merasa selamat dari sifat riya' karena dia tidak menjadi imam, sedang merasa selamat dari sifat riya itu merupakan sifat riya' yang mendekati ujub.
Kalau dirumuskan akan terdapat tiga kriteria hukum dalam kasus diatas
Pertama: 'makruh' karena menisbatkan atau menganggap kalau dia menjadi imam dia akan riya'.
Kedua: 'sunnah' dengan bersedianya dia menjadi imam dan terus berusaha menjaga hati untuk mencapai tingkat keihlas.
Ketiga: 'haram' dengan penolakannya menjadi imam shalat hatinya memiliki prasangka dan menisbatkannya pada tingkat keihlasan. Bukan menisbatkan pada tingkatan riya'.
Kalau dirumuskan akan terdapat tiga kriteria hukum dalam kasus diatas
Pertama: 'makruh' karena menisbatkan atau menganggap kalau dia menjadi imam dia akan riya'.
Kedua: 'sunnah' dengan bersedianya dia menjadi imam dan terus berusaha menjaga hati untuk mencapai tingkat keihlas.
Ketiga: 'haram' dengan penolakannya menjadi imam shalat hatinya memiliki prasangka dan menisbatkannya pada tingkat keihlasan. Bukan menisbatkan pada tingkatan riya'.
Untuk itu, jangan pernah kita meninggalkan sebuah amal ibadah dikarenakan kita takut pamer dihadapan manusia. Pasrahkan semua urusan ibadah kita, sembari berikhtiar secara terus menerus melawan sifat riya dan jangan pernah berpikiran "aku sudah selamat terhindar dari sifat riya'"
Wallahu 'Alam
{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }
Posting Komentar